Tawakal secara bahasa beerti berserah
diri, memperayakan diri, atau mewakilkan. Mururut syariah, tawakal bermakna
mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rancangan, bersandar
kepada kekuatanNya dalam melaksanakan suatu pekerjaan, dan berserah diri di
bawah perlindunganNya pada waktu menghadapi kesukaran.
Tawakal berkaitan dengan sebuah rencana
yang tetap atau kemahuan yang disertai dengan ikhtiar dalam melaksanakan
rencana itu. Ikhtiar dilakukan dalam rangka memenuhi aturan atau sunnatulah
dengan tetap berkeyakinan bahawa yang menentukan hasilnya adalah Allah. Allah
berfirman:
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada
Allah, nescaya Allah akan mencukupkan keperluannya” (Ath- Thalaq: 3)
Kekeliruan yang sering terjadi dalam mendefinisikan tawakal
adalah berdiam diri tanpa ikhtiar sama sekali.
Banyak dalil dalam Al-Qur’an dan hadith yang menjelaskan
pentingnya ikhtiar, usaha, dan bekerja. Sikap tawakal seharunya muncul dalam
proses ikhtiar, iaitu after put as much effort as u can, and then u will get
the result, banyak ataupun sedikit. Dalam sebuah hadith digambarkan:
“telah datang kepada Rasulullah seorang
lelaki yang hendak meninggalkan unta yang dikendarainya terlepas begitu saja
dipintu masjid, tanpa ditambatkan terlebih dahulu. Dia bertanya: “ Ya
Rasulullah! Apakah unta itu saya tambatkan lebih dahulu kemudian saya tawakan,
atau saya lepaskan begitu sahaja dan sesudah itu saya tawakal?” Rasulullah
menjawab, “ Tambatkan lebih dahulu dan kemudian bertawakallah engkau!”
Tawakal termasuk pekerjaan hati dalam menghadapi sesuatu
persoalan atau pekerjaan, dimana manusia merasa bahawa dengan kekuatan sendiri
tidak akan sanggup menghadapinya tanpa bersandar kepada kekuatan Allah. Bentuk
penyataan dari keyakinan tersebut dipancarkan keluar dengan mengucapkan “
Hasbiyallah wa ni’mal wakiil” (Allah cukup bagiku dan Dia sebaik-baik Penjaga),
“La hawla wa laa quwwata illa billaah” (Tiada daya upaya melainkan dengan
kekuatan Allah)
Penerapan tawakal pada prinsipnya meliputi segala urusan dan
pekerjaan yang baik dan segala urusan dan pekerjaan yang baik dan segala
keadaan yang sulit. Bila segalanya dipersiapkan dengan matang, maka selainnya
diserahkan kepada ketentuan Allah. Dia yang Maha Bekehendak dan Maha Berkuasa
atas segala sesuatu.
“Apabila engkau telah mempunyai ketetapan
hati maka bertawakallah kepada Allah” (Al-Imran:159)
Dalam kegiatan ekonomi dan berusaha mencari rezeki untuk
memenuhi keperluan hidup, hendaklah disertai dengan tawakal.(p/s: ayat dibawah
dikenali jgak sbg ayat seribu dinar, adalah digalakkan untuk kita
mengamalkannya)
“Siapa yang bertaqwa kepada Allah, nescaya
Dia akan menjadikan baginya jalan keluar (dari kesulitan), dan akan diberikan
rezeki dari jalan yang ia tidak diduga, kerana barangsiapa yang bertawakal
kepada Allah, nescaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusanNya yang dikehendakiNya”(Ath-Thalaq:2-3).
Sewaktu menghadapi musuh dalam peperangan, setelah
mempersiapkan segala kelengkapan perang dan mengatur taktik dan strategi yang
jitu, disertai dengan kekuatan mental, dan bertawakal kepada Allah. Disebalik
kekuatan alat, otot, dan otak harus dilandasi dengan kekuatan hati. Demikian
sikap tawakal yang telah dihayati oleh tentera Islam dalam pelbagai perang,
antara lain perang Ahzab.
“dan ketika mukminin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah dia yang
dijanjikan kepada kita oleh Allah dan RasulNya, dan benar Allah dan RasulNya.
Dan tiadalah menambah bagi mereka melainkan iman dan penyerahan diri (kepada
Allah)” (Al-Ahzab:22).
Ketika menghadapi bencana dan bahaya yang akan menimpa juga
diperlukan tawakal. Pada saat-saat genting, ketika harta dan kawan tidak dapat
lagi memberikan pertolongan, maka Allah boleh menolong dan menyelamatkan orang
yang bertawakal. Diriwayatkan daripada Ibnu “Abbas bahawaNabi pernah bersabda:
“akhir kalimat yang diucapkan oleh Ibrahim
ketika dicampakkan kedalam api adalah : Hasbiyallah wa ni’mal wakiil”.
Ketika hendak tidur pun, dimana kita kehilangan kekuatan dan
tidak tahu apa yang akan terjadi sepanjang waktu tidur, maka hendaklah kita
bertawakal kepada Allah, mempercayakan diri dalam perlindunanNya, sebagaimana
doa yang diajarkan oleh Rasulullah,
“Ya Allah, aku menyerahkan diri kepadaMu,
aku menyerahkan urusanku kepadaMu, dan aku menyerahkan kekuatanku kepadaMu,
kerana takut dan cinta kepadaMu. Tidak ada tempat berlindung dan tidak ada
tempat lari melainkan kepadaMu. Aku percaya kitab yang Engkau turunkan dan nabi
yang Engkau utus” (HR Bukhari)
Banyak rahsia hidup yang tidak kita ketahui. Kerananya, kepada
Allah sajalah kita berharap kurnia. Kita memang boleh berhitung, tentang apa
saja. Juga tentang hidup yang berliku-liku ini. Tetapi, hidup tidak selamanya
berjalan dalam hitungan biostatistics yang boleh kita kira P-value untuk melihat significance level sama ada reject null hypothesis
atau tak, bukan juga hidup ini semudah kita measure incidence and prevalance
seperti dalam epidemiology.
Tetapi, ada ruang lain yang harus kita yakini dalam hidup kita
keseluruhannya, iaitu kekuasaan Allah. Itulah ruang yang perlu kita penuhi.
Kita semua adalah hamba Allah Yang Maha Kuasa. Kerananya kita perlu pada
kekuatan, pertolongan dan dukungan Allah. Tidak ada yang boleh hidup tanpa pertolongan
Allah. Allah berfirman,
“Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada
orang yang dapat mengalahkan kamu. Dan jika Allah membiarkan kamu (tidak
memberikan pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain dari
Allah) sesudah itu? Kerana itu, hendaklah kepada Allah sajalah orang-orang
mukmin bertawakal” (Al-Imran:160).